Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sejarah Meriam Lucsim Benteng Huraba

Kamu sudah akrab dong dengan Monumen yang satu ini? Yap, Monumen Benteng Huraba yang terletak di Kecamatan Batang Angkola, Tapanuli Selatan ini merupakan salah satu monumen yang sarat akan nilai perjuangan. Monumen ini salah satu tempat terpopuler bagi masyarakat Tabagsel untuk berwisata sejarah. Selain terdapat bangunan berbentuk kastil, di kawasan Monumen Benteng Huraba ini juga terpampang 2 (dua) buah meriam bersejarah yang berjasa dalam perjuangan kemerdekaan sekaligus mempertahankan Kemerdekaan Indonesia pada masa Agresi Militer Belanda. Salah satu meriam tersebut kita kenal dengan sebutan Meriam Lucsim.
Meriam Lucsim ini merupakan jenis senjata berat meriam penembak jarak jauh berukuran8 inch yang dimiliki oleh Mobile Brigade Keresidenan Tapanuli. Peranan dan jasa meriam Lucsim ini, ialah selama dalam kemah pertempuran menghadapi serangan Belanda sejak dari propol AREA pada tahun 1947 juga menghadapi serangan kapal perang J.T.I. Belanda tahun 1947 di Sibolga. dan perjuangan mempertahankan Benteng Huraba.
Dikisahkan didalam buku "Sejarah Perjuangan Mobile Brigade RI Sumatera Utara/Aceh 1945-196" Untuk memiliki senjata para pejuang harus merampasnya terlebih dahulu dari pihak musuh dengan mempertaruhkan jiwa dan raga. Untuk memiliki senjata berat seperti meriam ini, M. Kadiran sebagai Kepala Mobrig Keresidenan Tapanuli ketika itu, mengumpulkan pasukan untuk menyebrangi Sibolga menuju pulau Poncan Gadang. Tujuannya tentu satu, untuk mengambil senjata bekas Jepang yang ditinggal di Pulau Poncan Gadang, teluk Sibolga. Maka sesampainya rombongan anggota Pasukan Barisan Istimewa Polisi Keresidenan Tapanuli di Pulau Poncan Gadang, maka M. Kadiran melihat & memeriksa keadaan Meriam Bekas Tentara Jepang tersebut masih dapat di pergunakan. Oleh sebab itu maka M. Kadiran memerintahkan agar membongkar alat/perkakas meriam tersebut dengan teliti, sehingga tidak ada yang hilang. Kemudian Meriam bongkaran tersebut di masukkan ke dalam perahu & dibawa menuju Sibolga. Setibanya di Sibolga, meriam bekas milik tentara Jepang itu di bawa ke Asrama Barisan Istimewa Polisi Keresidenan Tapanuli untuk seterusnya diangkut ke Sekolah Tehnik (Ambachtsleergang) di Sibolga untuk diperbaiki.
Pada tahun 1947, Kapal perang Belanda mulai melancarkan serangan ke Sibolga. Bersamaan dengan itu pasukan pejuang mempercepat perbaikan meriam ini. Usaha mempercepat penyelesaian perbaikan meriam ini ternyata memakan korban jiwa. Hal yang menyedihkan ini terjadi dengan tidak disangka-sangka, pada waktu Agent Polisi Kelas II, Lucius Simanjuntak membuka salah satu perkakas dari meriam, tiba-tiba tekanan angin yang masih ada dalam meriam meledak & mengenai kaki sebelah kirinya hingga putus.
Pertolongan dan operasi yang dilakukan secara istimewa oleh Bapak Dr. Ferdinand Lumban Tobing selaku Residen Tapanuli di Rumah Sakit Umum Sibolga, ternyata tidak dapat menyelamatkan Jiwa dari Lucius Simanjuntak. Lucius Simanjuntak Agent Polisi Kls.ll anggota Pasukan Barisan Istimewa Polisi Keresidenan Tapanuli Meninggal Dunia dalam perjuangannya memperbaiki meriam ini. Jenazahnya kemudian dibawa ke Lintong ni Huta (Balige) & dimakamkan secara Kebesaran Militer.
Untuk mengenang jasa-jasa Anggota Kepolisian yang gugur dalam perbaikan meriam ini. Maka M. Kadiran selaku Kepala Kepolisian Keresidenan Tapanuli ketika itu, memberikan nama LUCSIM yang merupakan singkatan dari Lucius Simanjuntak kepada meriam ini

Posting Komentar untuk "Sejarah Meriam Lucsim Benteng Huraba"